Get me outta here!

Sabtu, 15 Juni 2019

Kejayaan islam di masa Dinasti Abbasiyah

Related image 
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/10/m28wkr-kilau-baghdad-di-era-abbasiyah-2
Al-Qasr Az-Zahabi (Istana Emas).
Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Pendiri Dinasti Abbasiyah adalah Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Bisa dibilang dinasti ini disebut Abbasiyah karena memang didirikan oleh keturunan Al-Abbas yang merupakan paman dari Rasulullah SAW. Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah yakni dari 750 M/132 H sampai 1258 M/656 H.


https://id.wikibooks.org/wiki/Islam_Abad_Pertengahan/Sejarah/Abbasiyah#/media/Berkas:Abbasid_Caliphate_most_extant.png
wilayah terluas dinasti abbasiyah

Kelompok dari Abbasiyah ini, jika dilihat dari garis keturunan, memang lebih mendekati Nabi Muhammad dari pada bani Umayyah. Karena inilah, kelompok Abbasiyah merasa lebih pantas untuk memimpin umat islam dibandingkan Bani Umayyah. Hingga pada akhirnya, Dinasti Abbasiyah pun berdiri setelah kekhalifahan terakhir Dinasti Umayyah, Marwan bin Muhammad, ditaklukkan.
Setidaknya, ada beberapa khalifah yang terkenal karena keberhasilannya membawa Dinasti Abbasiyah pada puncak kejayaan. Pertama adalah Abu al-Abbas al-Saffah. Pusat pemerintahan saat itu berada di Kuffah. Ia dikenal tegas dan pada masa pemerintahannya ia melakukan konsolidasi untuk memajukan peradaban Islam.
Kemudian, tonggak kepemimpinan digantikan oleh Abu Jafar al-Mansur yang berkuasa dari 750 M sampai 775 M. Abu Jafar yang merupakan saudara dari Abu al-Abbas ini memimpin selama 25 tahun. Saat memerintah, ia membangun ibu kota baru bernama Baghdad. Di dalamnya terdapat istana yang dinamai Madinat as-Salam.
Pusat pemerintahan pun dipindahkan dari Kuffah ke Baghdad. Di masa itulah, ilmu pengetahuan mulai dibius untuk berkembang. Pada periode awal antara 750 M sampai 847 M, Dinasti Abbasiyah masih mengutamakan kegiatan memperluas wilayah. Dinasti ini juga membuat pondasi sistem pemerintahan yang menjadi pegangan di kepemimpinan selanjutnya.
Seusai Abu Jafar al-Mansur, Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh khalifah yang dalam sejarahnya berhasil membawa dinasti tersebut ke puncak kejayaan. Ia adalah Harun al-Rasyid, yang masa kepemimpinannya dari 789 M sampai 809 M. Selama memimpin, ia mendirikan perpustakaan terbesar pada zamannya, bernama Baitul Hikmah. Saat itu orang-orang baik dari kalangan Muslim maupun dari Barat, turut datang ke kota Baghdad untuk mendalami ilmu pengetahuan.
Baitul Hikmah juga dijadikan sebagai tempat untuk menerjemahkan karya-karya intelektual dari Persia dan Yunani. Beberapa proyek besar yang dihasilkan selama pemerintahan Harun al-Rasyid, yakni keamanan dan kesejahteraan seluruh rakyat, pembangunan Kota Baghdad, pembangunan sejumlah tempat ibadah, dan sarana pendidikan.
Saat dipimpin Harun al-Rasyid, Dinasti Abbasiyah juga menaruh perhatian pada pengembangan ilmu kesusasteraan, kebudayaan dan kesenian-kesenian lainnya. Aktivitas keilmiahan di dinasti ini terus dilakukan pada berbagai bidang. Kejayaan keilmuan di masa ini berkontribusi besar dalam memajukan peradaban dunia kala itu. Bahkan hingga sekarang.
Setelah kepemimpinan Harun al-Rasyid berakhir, khalifah di masa Abbasiyah yang masyhur setelahnya adalah al-Makmun al-Rasyid. Al-Makmun anak dari Harun al-Rasyid. Kekhalifahan al-Makmun didahului oleh saudaranya, al-Amin.
Selama memimpin Dinasti Abbasiyah dari 813 M sampai 833 M, al-Makmun memperluas Baitul Hikmah yang didirikan ayahnya, Harun al-Rasyid, sebagai akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas hingga menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakaan, dan tempat penelitian. Di dalamnya terdapat ribuan buku ilmu pengetahuan.
Lembaga lain yang didirikan al-Makmun adalah Majalis al-Munazharah. Lembaga ini menyelenggarakan pengkajian keagamaan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana khalifah. Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di mana Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak keemasan Islam.
Pada masa kepemimpinan al-Makmun, kegiatan penerjemahan mendapat sorotan yang tinggi. Terutama penerjemahan naskah-naskah ilmu pengetahuan dan filsafat tradisi Yunani. Penerjemah saat itu mendapat bayaran yang tinggi.
Setelah al-Makmun, kepemimpinan Dinasti Abbasiyah di ujung waktunya, adalah Khalifah al-Mutawakkil dari 847 M sampai 861 M. Nama lengkapnya adalah al-Mutawakkil Alallah, Jafar, Abu Al-Fadhl bin Mutashim bin Ar-Rasyid. Model pemikirannya cenderung Ahlun Sunnah. Ini berbeda dengan khalifah sebelumnya yang banyak menaruh perhatian pada pemikiran Muktazilah.
Sebelum lengser, al-Mutawakkil sudah merencanakan, bahwa sebelum dirinya wafat, ia akan memberi mandat kepemimpinan kepada anak-anaknya. Pertama kepada al-Muntashir, lalu al-Mu'taz dan kemudian al-Muayyad. Namun, al-Mutawakkil mengubah mandat, dari sebelumnya kepada al-Muntashir, berubah kepada al-Mu'taz.
Namun al-Muntashir tidak mau. Karenanya al-Mutawakkil langsung menurunkan posisi Al-Muntashir dengan paksa. Peristiwa ini bersamaan dengan ketidaksenangan orang-orang Turki terhadap al-Mutawakkil karena beberapa masalah. Karena menganggap al-Mutawakkil sebagai "musuh bersama", lantas orang-orang Turki dan al-Muntashir bersepakat membunuh sang khalifah atau ayah dari al-Muntashir sendiri.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah pun dipegang al-Muntashir, tapi hanya sekitar enam bulan. Sebab setelah jabatan khalifah diraih, ia malah menjelek-jelekkan orang Turki. Sehingga, orang Turki pun berencana membunuhnya. Upaya ini dilakukan dengan cara memperalat seorang dokter istana yang bernama Ibnu Thayfur dengan imbalan uang sebanyak 30.000 dinar.
Dokter tersebut melakukan aksinya saat mengoperasi Khalifah Al-Muntashir dengan menggunakan pisau beracun. Sumber referensi lain menyebut wafatnya al-Muntashir karena dicekik Namun yang dapat dipastikan, ia dibunuh oleh orang-orang Turki yang telah membantunya membunuh al-Mutawakkil atau ayah sendiri, untuk mendapat posisi khalifah.
Mulai dari situ, Dinasti Abbasiyah semakin merosot. Meskipun, ada banyak faktor lain yang menyebabkannya jatuh. Misalnya tidak adanya kontrol terhadap sejumlah provinsi sehingga ada beberapa yang memisahkan diri dari Baghdad.  Sedangkan kalau dilihat faktor eksternalnya, yakni karena adanya Perang Salib dan serangan tentara Mongol.

 https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/12/01/p08q0e396-melongok-kembali-kembali-dinasti-abbasiyah
 https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah
 https://id.wikibooks.org/wiki/Islam_Abad_Pertengahan/Sejarah/Abbasiyah

0 komentar:

Posting Komentar